Beranda | Artikel
Faedah Surat Yasin: Jalan Lurus vs Jalan Setan
Rabu, 26 September 2018

 

Mau tahu bagaimana jalan lurus? Terus jalan setan seperti apa? Bisa dipelajari dari surat Yasin berikut ini.

Tafsir Surah Yasin

Ayat 60 – 62

أَلَمْ أَعْهَدْ إِلَيْكُمْ يَا بَنِي آَدَمَ أَنْ لَا تَعْبُدُوا الشَّيْطَانَ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ (60) وَأَنِ اعْبُدُونِي هَذَا صِرَاطٌ مُسْتَقِيمٌ (61) وَلَقَدْ أَضَلَّ مِنْكُمْ جِبِلًّا كَثِيرًا أَفَلَمْ تَكُونُوا تَعْقِلُونَ (62)

Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah setan? Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu”, dan hendaklah kamu menyembah-Ku. Inilah jalan yang lurus. Sesungguhnya setan itu telah menyesatkan sebahagian besar di antaramu, maka apakah kamu tidak memikirkan?” (QS. Yasin: 60-62)

 

Penjelasan dari Ayat

 

Inilah bentuk celaan dari Allah karena kufurnya Bani Adam, di mana mereka menaati setan, padahal setan itu adalah musuh yang nyata. Akhirnya mereka durhaka pada Ar-Rahman (Allah Yang Maha Pengasih) padahal Allah yang menciptakan dan memberikan rezeki kepada mereka. Oleh karena itu, Allah perintahkan selanjutnya untuk beribadah kepada-Nya semata. Mentauhidkan Allah seperti inilah yang dimaksud dengan ash-shirothol mustaqim (jalan yang lurus). Namun ada yang mengambil jalan selain jalan yang lurus tersebut, lantas mengikuti setan. Yang dimaksud jibillan dalam ayat adalah orang banyak. Inilah pendapat dari Mujahid, Qatadah, As-Sudi, Sufyan bin ‘Uyainah. Berarti banyak orang yang telah disesatkan oleh setan.

Disebutkan “maka apakah kamu tidak memikirkan”, maksudnya adalah bukankah kalian sudah diberi akal, namun kenapa sampai menyelisihi perintah Rabb kalian di mana kalian diperintahkan untuk beribadah kepada-Nya semata, tidak ada sekutu bagi Allah, malah kalian mengikuti jalan setan. Lihat bahasan dalam Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 6:349.

 

Apa yang Dimaksud Jalan Lurus?

 

Ash-shirothol mustaqim, jalan yang lurus yang dimaksud dalam ayat adalah tauhid, yaitu meninggalkan peribadahan kepada setan dan hanya beribadah kepada Allah semata. Ash-shirothol mustaqim adalah jalan lurus yang tidak bengkok, jalan inilah yang mengantarkan kepada ridha Allah hingga surga. Lihat faedah dari Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah dalam Tafsir Al-Qur’an Al-Karim – Surat Yasin, hlm. 219.

Ash-shirothol mustaqim dalam surah Yasin ini disandarkan kepada Allah, sedangkan dalam surah Al-Fatihah disandarkan kepada makhluk yaitu siapa yang telah diberikan nikmat oleh Allah. Dalam surah Al-Fatihah disebutkan,

اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَصِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ

Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” (QS. Al-Fatihah: 6-7)

Jika jalan lurus disandarkan pada orang yang diberi nikmat berarti merekalah yang melewati jalan tersebut. Sedangkan jika jalan lurus tersebut disandarkan pada Allah berarti jalan lurus ini ditunjuki oleh Allah. Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-Karim – Surat Yasin, hlm. 217.

 

Makna Ash-Shirothol Mustaqim dalam Surah Al-Fatihah

 

Dalam Tafsir Ibnu Katsir diterangkan yang diminta dalam surah Al-Fatihah adalah hidayah al-irsyad wa at-taufiq, yaitu hidayah untuk bisa menerima kebenaran dan mengamalkannya, bukan sekadar hidayah untuk dapat ilmu. Jadi maksudnya kata beliau, kita minta pada Allah, tunjukkankah kita pada jalan yang lurus.

Adapun makna ash-shirothol mustaqim, sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Katsir dengan menukil perkataan dari Imam Abu Ja’far bin Jarir bahwa para ulama sepakat bahwa shirathal mustaqim yang dimaksud adalah jalan yang jelas yang tidak bengkok.

Akan tetapi, para ulama pakar tafsir yang dulu dan sekarang punya ungkapan yang berbeda-beda untuk menjelaskan apa itu ash-shirothol mustaqim. Ada yang mengungkapkan dengan:

  1. Mengikuti jalan nabi
  2. Mengikuti generasi salaf dari para sahabat seperti Abu Bakar dan ‘Umar
  3. Mengikuti kebenaran
  4. Mengikuti Islam
  5. Mengikuti Al-Qur’an

Ibnu Katsir rahimahullah mengungkapkan bahwa semua pengertian di atas itu benar dan semua makna di atas itu saling terkait. Siapa yang mengikuti Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengikuti sahabat sesudahnya yaitu Abu Bakar dan Umar, maka ia telah mengikuti kebenaran. Siapa yang mengikuti kebenaran, berarti ia telah mengikuti Islam. Siapa yang mengikuti Islam, berarti ia telah mengikuti Al-Qur’an (Kitabullah), itulah tali Allah yang kokoh. Itulah semua ash-shirothol mustaqim (jalan yang lurus). Semua pengertian di atas itu benar saling mendukung satu dan lainnya. Walillahil hamd. Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 1:213.

Secara jelas jalan yang lurus diterangkan pada ayat selanjutnya,

صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ

“Jalan yang engkau beri nikmat pada mereka.”

Adh-Dhahak berkata dari Ibnu ‘Abbas bahwa jalan tersebut adalah jalan yang diberi nikmat dengan melakukan ketaatan dan ibadah pada Allah. Jalan tersebut telah ditempuh oleh para malaikat, para nabi, para shiddiqin, para syuhada dan orang-orang saleh. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Allah,

وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا

Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul-(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang shalih. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (QS. An-Nisa’: 69). Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 1:214.

Kesimpulannya, ciri ajaran yang lurus adalah mengikuti Al-Qur’an dan As-Sunnah, dengan pemahaman yang benar dari para sahabat radhiyallahu ‘anhum.

 

Hikmah Terus Meminta Jalan yang Lurus

 

Dalam shalat wajib kita yang dilakukan dalam sehari semalam, yaitu 17 raka’at dalam sehari, kita terus mengulang surah Al-Fatihah. Bahkan surah Al-Fatihah diyakini sebagai bagian dari rukun shalat. Tanpa surah Al-Fatihah, shalat orang yang sendirian dan seorang imam jadi tidak sah.

Di antara hikmah kenapa kita terus mengulang permintaan “ihdinash shirotol mustaqim”, berilah kami hidayah pada jalan yang lurus karena perlu dipahami bahwa hidayah itu ada dua macam:

  1. Hidayah mujmal (global) pada Islam dan Iman.
  2. Hidayah mufasshalah (rinci) untuk menjalankan rincian dari Islam dan Iman.

Kalau kita sudah mendapatkan hidayah pertama yaitu dalam Islam dan Iman, maka tetap masih butuh hidayah kedua yaitu agar bisa menjalan rincian dari Islam dan Iman dengan benar. Oleh karenanya, kita terus mengulangi bacaan “IHDINASH SHIROTOL MUSTAQIM”. (Penjelasan Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid dalam Channel Telegram: https://telegram.me/almunajjid)

 

Ada Kisah dari Abu Bakar

 

Ada doa seperti ini,

رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً ۚإِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ

“(Mereka berdoa): ‘Ya Rabb kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia)’.” (QS. Ali Imran: 8)

Dari Abu ‘Abdillah Ash-Shanabahi, ia berkata bahwa ia pernah sampai Madinah ketika Abu Bakar menjadi khalifah. Ia ketika itu melakukan shalat Maghrib yang diimami oleh Abu Bakar ketika itu beliau membaca Al-Fatihah dan surat qishar al-mufashal (surat pendek). Lalu Abu Bakar berdiri pada rakaat ketiga, ketika itu Abu ‘Abdillah mendengar ia membaca secara lihir bacaan, “ROBBANAA LAA TUZIGH QULUUBANAA BA’DA IDZ HADAYTANAA WAHAB LANAA MIN LADUNKA ROHMAH, INNAKA ANTAL WAHHAAB.” (HR. Malik dalam Al-Muwatha’, 1/79/25; ‘Abdur Rozaq dalam Al-Mushannaf juz kedua, no. 2698; dan Ibnul Mundzir dalam Al-Awsath, 3:112 dengan sanad shahih sebagaimana kata Syaikh Abu Ishaq Al-Huwaini, lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 1;214).

Setelah menyampaikan kisah Abu Bakar di atas, Ibnu Katsir rahimahullah berkata bahwa makna dari IHDINASH SHIROOTHOL MUSTAQIM, Ya Allah tunjukkanlah kepada kami jalan yang lurus, maksudnya adalah tetapkanlah kami terus berada pada jalan yang lurus, jangan membuat kami jauh darinya, serta jangan membuat kami sesat darinya.

Ya Allah tunjukkanlah kepada kami jalan yang lurus.

 

Referensi:

  1. Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim. Cetakan pertama, Tahun 1431 H. Ibnu Katsir. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.
  2. Tafsir Al-Qur’an Al-Karim – Surat Yasin. Cetakan kedua, Tahun 1424 H. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin. Penerbit Dar Ats-Tsuraya.

Diselesaikan di Pesantren Darush Sholihin, Rabu sore, 16 Muharram 1440 H

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com


Artikel asli: https://rumaysho.com/18693-faedah-surat-yasin-jalan-lurus-vs-jalan-setan.html